Cari Blog Ini

Selasa, 21 Mei 2013

Bila ada waktu menanti, pastikan Allah membersamai

Bismillaahirrohmaanirrohiiim…

Beberapa waktu lalu saya dicurhati oleh seorang sahabat, dengan linangan air mata ia bertutur “Ukhti…salahkah kita bila cinta bersemi di hati, lalu kita bermaksud mensucikannya dengan jalan menikah?”. Saya katakan “yah tak  ada yang salah, bila cinta itu berlandaskan iman, maksudnya cinta yang bukan karena kekayaannya, ketampanan, atau karena perhatiannya (smsan, telefonan, chatingan hal-hal yang tidak penting) tapi karena agamanya, karena ia mencintai dakwah ini”.

“Demi Allah ukh, kami tak pernah smsan, telefonan, ataupun chatingan, dan bukan pula karena dia tampan, menurutku ia sangat biasa, juga bukan karena kayanya karena aku tak pernah tau seperti apa keadaannya. Aku mengaguminya karena kesalihannya, dan ia sangat mencintai dakwah ini. Tapi kenapa seakan-akan mereka menganggap kami begitu rendah, menggangkap hal itu tak pantas karena menyalahi aturan. Kami tak boleh mengajukan proposal, alasannya mereka sudah punya data masing-masing wilayah untuk dita’arufkan, seakan-akan bila ta’aruf beda wilayah itu adalah terlarang dan itu tak boleh terjadi, bukankah Allah sudah berfirman: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (Al-Hujurat: 13). Lalu apakah mereka tidak membaca firman Allah ini? Air mata itu terus mengalir semakin deras di wajahnya. Ku peluk erat tubuhnya yang terguncang, ku biarkan ia meluapkan semua beban yang menghimpitnya. Entahlah, saya juga tak sanggup menahan genangan air di pelupuk mata, perlahan ia menganak sungai juga. Kami membisu dalam isakan tangis.

Setelah beberapa lama kami larut dalam emosi yang sama. Akhirnya ia mencoba memulai lagi pembicaraan, “ukhti kenapa anti ikut menangis?” Saya menghela nafas sebelum kemudian menjawab “hanya ingin menangis saja ukh, ikut merasakan apa yang anti rasakan”.

Sebenarnya saya merasa tak mampu menasehatinya, saya kelu, buntu namun saya ingin mencoba menjernihkan pikirannya dan membangkitkan harapannya. Saya bacakan ayat Al-Qur’an kepadanya “Dan janganlah kamu (merasa) lemah dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang yang beriman” (QS. Ali Imron: 139)

Kembali saya menanggapi ceritanya, ukhti agar hati tenang berprasangka baik saja pada Allah, mungkin Allah hendak mengajarkanmu tentang kesabaran, mungkin Allah ingin mengajarkanmu tentang arti menghargai, mungkin saja Allah hendak menguji keseriusan kalian, mungkin Allah memberikan kesempatan pada kalian untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Lebih mendekat kepada-Nya. Kalau memang ia jodohmu pasti Allah akan mempertemukan kalian pada waktu yang tepat nanti. Bersedih dan menangis boleh-boleh saja, karena ia adalah ekpresi jiwa yang sangat manusiawi, yah wajar-wajar saja, namun jangan sampai berlarut-larut apalagi berputus asa, berharap saja kepada Allah, bukankah Dia Maha Megabulkan Harapan.  

Kalau ini saatnya menanti maka cukuplah Allah sebagai penolong, seperti firman Allah “ Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan sholat. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar” (QS. Al Baqoroh: 153).

Kata Salim A Fillah sholat dan sabar adalah perpaduan dua mata air yang tak pernah kering dan bekal yang tak pernah habis. Mata air yang memperbaharui tenaga, dan bekal yang meransum hati, sehingga tali kesabaran semakin panjang dan tak mudah putus.

Rosulullah bersabda: “Sungguh mengagumkan keadaan seorang mukmin, seluruh perkaranya adalah baik; Jika ia diberikan kesenangan ia bersyukur, maka itu baik baginya; dan jika ia ditimpa kesusahan ia sabar, maka itu baik baginya. Dan hal demikian hanyalah bagi mukmin.” (HR Muslim).

Sebagai manusia yang begitu lemah, kita diperintahkan untuk terus berdo’a, jangan pernah berhenti berdo’a, karena do’a adalah senjata orang mukmin. Dan tuhanmu berfirman. “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu”. (QS. Al-Mu’min: 60).

Saya juga tersentuh dengan status sahabat dumay beberapa waktu lalu: “Hidup memang bukan semata penungguan. Tapi, ia adalah sebuah rentang yang harus diberi makna. Seorang yang berjalan sambil memetik mawar dan melati, tentu berbeda dengan seseorang yang berjalan tanpa mengambil apapun. Maka, tunggulah saja apa yang seharusnya kau tunggu, tapi jangan berdiam diri tanpa arti” [Status Norma Keisya Avicenna, (12/11)].

Maka dalam rentang penantian itu manfaatkanlah waktu dengan sebaik-baiknya untuk terus memperbaiki diri, menambah ilmu, berbuat baik untuk orang lain, mendekat sedekat-dekatnya kepada-Nya. Jikalau akhirnya takdir Allah mempertemukan maka sukarialah yang akan diperoleh karena pribadi sudah menjadi lebih baik dan lebih matang.

Wahai seorang kekasih
Telah lama kau dirindui
Hidup sedih dalam kerinduan
Menangispun tak berairmata
Tapi terus tetap bersabar
karena ikatan janji
 (The Zikr)

Wallahu a’lam bish showab…
Baarokallahu fiikum…

2 komentar:

  1. sabar itu terdiri dari lima huruf yang sangat sulit aplikasinya. jika tak mau bersabar, maka ambil aja jalan pintas. Yakinlah, jalan pintas itu akan membuat jiwa jauuh dari dekapan-Nya.

    #nasihat diri sendiri

    BalasHapus
  2. Ya sulit sekali, namun bila bersama Allah, insyaAllah akan bisa...Tak faham ukh, jalan pintasnya seperti apa ya? :)

    BalasHapus

syukron...telah berkunjung ke blog ana...
semoga bermanfaat ya ^_^