Cari Blog Ini

Jumat, 13 Desember 2013

DAMAI INDONESIAKU: BEROBAT DENGAN AL QUR'AN
yang belum sempat menyaksikan, silahkan lihat ini...













Jumat, 06 Desember 2013

Inikah Cinta Karena Allah?

Bismillah…

Seminggu lalu kami melaksanakan acara DAQU CAMP di bumi perkemahan Situ Gintung selama tiga hari, acara ini adalah acara rutin tahunan karena merupakan program sekolah. Setiap kali camping banyak pelajaran yang didapat mulai dari belajar survive di alam, belajar mandiri, belajar kreatif, belajar memecahkan masalah, belajar mengambil keputusan dengan cepat dan tepat, belajar mengendalikan emosi saat lelah bertambah-tambah, belajar berempati kepada sesama, dan yang paling penting belajar tetap istiqomah menunaikan rutinitas ibadah mahdoh baik fardu maupun sunnah. Itulah beberapa hikmah yang kami tanamkan pada anak-anak dalam kegiatan camping.

nah sekarang saya ingin bercerita dalam cerita, yang mungkin bisa diambil hikmahnya,

Pagi yang cerah, mentari bersinar terang disela-sela dedaunan jambu mete yang tumbuh disekitar buper. Saat itu saya baru saja selesai melaksanakan sholat dhuha ditengah hiruk pikuk suasana camping, tiba-tiba seorang sahabat datang menghampiriku yang masih duduk di atas sajadah, dia terlihat agak lemas, ketika ku tanya “antum masih puasa?” Ia menjawab: “iya”, aku penasaran selama kami camping tiga hari ini ia puasa terus padahal kegiatan ini butuh banyak menyita tenaga, akhirnya aku bertanya lagi, “antum puasa apa?bayar nazar atau bayar hutang?” “ngak cuma pengen puasa aja say”. Tiba-tiba ia bertanya tentang sesuatu yang tak biasa, sebenarnya kami sudah cukup lama bersahabat tapi belum pernah bertanya tentang hal serius semacam itu, karena waktu kami terbatas.

Inilah dialog kami berdua:

R: "Say pernahkah antum jatuh cinta pada seseorang?"

A: (kaget mendapat pertanyaan yang tiba-tiba, namun segera ku jawab) “yah setiap orang pasti dianugerahi rasa itu, karena itu adalah fitrah”

R: “jadi kesimpulannya antum pernah?”

A: (hanya terenyum)”kenapa antum ini sedang jatuh cintakah?kalau iya tidak apa-apa sudah suatullahnya begitu dari sejak Nabi Adam as.dulu, hanya saja perlu kita bingkai dengan syari’atnya kalau belum mampu menikah”

R: “yah ana tau itu, ana tau bagaimana caranya menjaga, namun sebenarnya bukan belum mampu, hanya saja ana menunggu sampai ia datang ke orang tua”

A:  "Apakah ia tau bahwa antum menunggunya?"

R: “yah mungkin, ana hanya berprasangka karena kami tak pernah bertemu lagi sejak lulus SMA dulu bahkan berkomunikasipun tidak”

A:  “Sejak SMA? Berarti sudah delapan tahun ya? Jadi selama delapan tahun ini antum mengunggunya?"

R: “Iya say”

A: “Subhanallah, apa yang membuat antum begitu yakin dan begitu kuat menunggunya selama ini?”

R: “entahlah say, ana juga tak faham, sebenarnya ia biasa saja, tidak ganteng, apalagi kaya yang kebanyakan wanita meninginkan hal itu. Tapi sejujurnya ana kagum pada kepribadiannya dan keshalihannya dan ia adalah orang yang menginspirasi ana untuk terus menghafal al qur’an. Dan yang membuat ana bersedih ternyata ia sudah datang sebanyak 4 kali ke orang tua dan ana tak pernah dikasih tau, karena orang tua tidak setuju dengan alasan beda suku".

A: “sekarang, apakah antum masih menunggu ia datang lagi?”

R: (dengan yakin ia menjawab)”iya say, ana masih menunggunya, bahkan kalau memang kami tidak berjodoh, dalam hati ana berjanji biarlah ia yang mendahuluiku menikah, ana tak ingin menyakitinya, kadang ana merasa sangat takut sekali menyakitinya, karena akhir-akhir ini beberapa orang datang ke orang tua untuk meminang, namun alhamdulillahnya belum ada yang cocok menurut mereka. Tapi sekarang sebenarnya mereka sudah melunak, sudah mau terbuka dengan siapa saja, dan ana masih sangat berharap ia datang lagi”

Binaran mata itu berkaca-kaca, ah, aku tak kuat menatapnya, aku tertunduk dalam, tak ada isakan tangis, mungkin ia sudah tak mampu lagi bersuara, hanya butiran bening ketulusan mengalir berderai-derai di sudut matanya yang mampu mewakili perasaannya. Aku ingin sekali memeluknya untuk sekedar menguatkan hatinya yang sedang rapuh, namun keramaian di sekitar perkemahan membuatku mengurungkan niat agar tidak menjadi pusat perhatian mereka. Aku hanya berkata ”berharaplah pada Allah, bukankah Dia Yang Maha Mengabulkan Harapan? la tahzan, innallaha ma’ana”.

Aku salut pada sahabatku ini, dalam kegamangannya ternyata selama Muharam ini ia berpuasa untuk mengobati hatinya yang sedang rapuh, sampai di perkemahanpun masih berpuasa, Subhanallah luar biasa. Mungkin itulah bedanya jatuh cinta orang beriman, membuat ia semakin dekat dengan Allah, bukan mendekat pada orang yang ia cintai. 

Sahabat, sungguh ku tau perasaanmu, andaikan aku mengenalnya, aku ingin sekali mengatakan padanya bahwa kau masih menunggunya. Hanya do’aku untukmu: semoga Allah mudahkan semua urusanmu, mengabulkan do’amu, mendapatkan yang terbaik dari sisi-Nya.

Dari kisah di atas banyak ibroh yang bisa diambil. Bahwa cinta adalah kekuatan, bukan melemahkan, cinta adalah harapan, bukan angan kosong, cinta adalah semangat menjadi lebih baik bukan hancur dalam keterpurukan, cinta adalah yakin walau dalam kegamangan. Yah seperti sahabatku itu, karena cintanya membuat ia menjadi hafidzoh 30 juz, begitu juga dengan orang yang dicintainya, yang ia ketahui dari sahabatnya bahwa pemuda itu juga telah menjadi hafidz 30 juz dan menjadi pemuda yang alim lagi sholih. Subhanallah energi cinta memang luar biasa, apalagi bila cinta itu diapresiasi oleh orang-orang di sekitarnya insya Allah akan melahirkan sesuatu yang lebih dahsyat.

Mungkin inilah namanya cinta karena Allah, tak lekang oleh waktu, karena penyebabnya Allah, maka semakin mereka dekat dengan Allah, cintanya semakin kuat dan dalam walaupun tak pernah berinteraksi dan banyak rintangan yang mereka hadapi.


Semoga Allah mempertemukan mereka dalam ikatan yang kuat nan suci, mereka pantas mendapatkannya karena kesabarannya, sabar atas ujian, sabar dalam menjaga hati, sabar dalam taat kepada Allah. Sabar dan terus bersabar...

Aamiin ya Mujiib…