Cari Blog Ini

Rabu, 28 November 2012

Ketika Diri ini Membangun Cinta



Membahas mengenai kata CINTA memang tidak akan ada habisnya. Seperti yang dituliskan Anis Matta dalam bukunya ‘Serial Cinta’, Seperti angin membadai. Kau tak melihatnya. Kau merasakannya. Merasakan kerjanya saat ia memindahkan gunung pasir di tengah gurun. Atau merangsang amuk gelombang di laut lepas. Atau meluluhlantakkan bangunan-bangunan angkuh di pusat kota metropolitan. Begitulah cinta. Ia ditakdirkan jadi kata tanpa benda. Tak terlihat. Hanya terasa. Tapi dahsyat. Seperti banjir menderas. Kau tak kuasa mencegahnya. Kau hanya bisa ternganga ketika ia meluapi sungai-sungai, menjamah seluruh permukaan bumi, menyeret semua benda angkuh yang bertahan di hadapannya. Dalam sekejap ia menguasai bumi dan merengkuhnya dalam kelembutannya. Setelah itu ia kembali tenang. Demikianlah cinta. Ia ditakdirkan jadi makna paling santun yang menyimpan kekuatan besar. Seperti api menyala-nyala. Kau tak kuat melawannya. Kau hanya bisa menari di sekitarnya saat ia mengunggun. Atau berteduh saat matahari membakar kulit bumi. Atau meraung saat lidahnya melahap rumah-rumah, kota-kota, hutan-hutan. Dan seketika semua jadi abu. Semua jadi tiada. Seperti itulah cinta.

Inilah rangkaian peristiwa yang membuat cinta diidentikkan dengan perasaan (feeling). Bahkan tayangan tentang cinta di Indonesia hampir ada di setiap bahasan media cetak dan elektronik dari mulai iklan, sinetron sampai layar lebar. Pagi sampai pagi lagi tayangan sinetron di televisi Indonesia hampir semuanya membicarakan tentang cinta. Ceritanya tak akan ada habisnya. Hingga tak hayal ketika sikap dan perilaku anak-anak dan remaja tidak jauh dari yang digambarkan dalam acara televisi tersebut. Coba perhatikan pengalaman jatuh cinta kita masing-masing. Ada kekuatan maha dahsyat yang ada di dalam diri, yang membuat badan, jiwa dan pikiran ini demikian perkasanya. Seolah-olah disuruh memindahkan gunung pun rasanya bisa. Disuruh mengecat langit pun mampu. Tak ada yang tak mungkin. Tak ada yang mustahil. Itulah cinta.

Tengoklah bukti cinta itu dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, dua orang yang gagah berani dan memiliki tekad kuat untuk mendeklarasikan proklamasi, kalau saja tanpa cinta, Bunga Karno dan Bung Hatta terhadap bangsa, negara dan agama, mungkin Indonesia tidak akan seperti sekarang. Belum lagi Jenderal Soedirman yang dengan badannya sakit-sakitan ketika memimpin pasukan dalam perlawanan melawan Belanda, kalau tanpa diiringi modal cinta yang mengagumkan. Seorang Ibu yang merelakan setiap jerih payahnya untuk membahagiakan cinta bersama suami dan anaknya sekalipun hati seorang Ibu sedang sakit tetapi tetap tulus menampakkan kecintaan itu kepada suami dan anak-anaknya. Itulah cinta yang maha dahsyat yang merubah keadaan menjadi lebih indah dengan adanya kekuatan spiritual.

Sebagai umat muslim selayaknya sudah tahu seseorang yang menjadi dambaan Allah ta’ala yaitu Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wassalam, yang dengan kecintaan Allah kepada kekasihnya itu rela membimbingnya setiap saat untuk menjunjung sebuah perubahan besar di dunia. Begitu pun Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wassalam, dengan kecintaannya yang amat besar kepada umatnya hingga akhir hayatnya pun mengatakan, “ummatii, ummatii, ummatti…” yang dibisikkan ke telinga Ali.

Hadits Rasulullah yang inspiratif dan mendalam tentang cinta. Dari Anas RA, dari Nabi SAW beliau bersabda, “Ada tiga perkara barangsiapa tiga hal itu ada pada dirinya, maka ia menjumpai manisnya iman, yaitu jika Allah dan RasulNya lebih dicintainya ketimbang selain keduanya, dan jika cinta kepada seseorang, dimana tidak mencintainya kecuali karena Allah dan jika benci kembali kepada kekafiran sebagaimana benci apabila dilempar ke dalam api neraka.” (HR. al-Bukhary Juz I Bab Halawatul Iman).

Beliau sudah jauh-jauh hari memberikan makna cinta yang ada dalam diri manusia dengan hanya ditujukan kepada Allah ta’ala. Sejatinya cinta bukan saja hanya berkutat dengan permasalahan duniawi saja melainkan cinta yang sesungguhnya bagaimana ia menghubungkan hati dengan sang Khaliq. Kalau saja seseorang rela berbuat apapun dengan tidak mengindahkan segala macam rintangan dan bersikap baik terhadap orang yang dicintainya, seharusnya cinta yang maha dahsyat itu juga bisa diwujudkan ketika kecintaan kita kepada Allah dan Rasulullah. Ketika kecintaan dan keimanan itu beriringan, maka jangan heran keindahan cinta akan menjadikan hidup ini begitu mulia. Hidup yang dijalankan menjadi merendah kepada Allah ta’ala dengan cara menjalankan semua perintah dan menjauhi laranganNya. Selalu bangun, bersimpuh di 1/3 malam yang akhir. Semua itu berakar karena cinta dan diliputi kerinduan yang sangat, sehingga berulang dan mendalam. Apalagi jika sudah benar–benar jatuh cinta. Jika kematian pun datang maka yang dirasa adalah bahagia dengan penuh kesyukuran dan kepasrahan yang mendalam karena akan bertemu Sang Kekasih yang Maha Mengasihi; Allah ta’ala.

Perlu perjuangan tersendiri untuk memahatkan kata cinta dalam hati kepada sang Khaliq. Perjuangan itu harus dimulai dan diniatkan, bukan saja menjadi angan-angan belaka yang menjadi derai pikiran kita setiap waktu. Marilah, mulai sekarang sadarilah bahwa jatuh cinta bukan sekedar masalah perasaan saja, temukan dan bangunlah jatuh cinta sebagai kekuatan spiritual. Jatuh cinta bisa digunakan sebagai sarana bagi orang yang berjalan menekuni lorong–lorong keimanannya untuk menemukan manisnya iman. Sehingga tidak ada satu kata pun yang mewakili untuk menggambarkan rasa cinta yang telah kita bangun hanya kepada Allah ta’ala. Dari Zaid bin Tsabit RA, dia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang menjadikan dunia sebagai niatnya, Allah akan menjadikan kefakiran di depan matanya dan Allah akan cerai–beraikan kebutuhannya. Dan dunia tidak akan datang kepadanya, kecuali yang telah ditetapkan baginya. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai niatnya, Allah akan menjadikan kekayaan di dalam hatinya, Allah akan mencukupi kebutuhannya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk.” (HR. Ibnu Majah)

Oleh karenanya, mari kita bangun cinta. Seperti kecintaan kita kepada seseorang, dimana semua unsur badan dan jiwa begitu dahsyatnya dalam menuangkan rasa cinta itu tanpa memikirkan segala macam tantangan yang ada, demikian juga kita tunjukkan dengan jatuh cinta kepada Allah dan Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wassalam, yang berbuah keimanan seperti yang Allah ta’ala janjikan. Berangkat dari sini kemudian Allah ta’ala mengangkat pribadi kita setinggi-tingginya ke rangkaian realita yang nantinya disebut Luar Biasa. Ya, itulah cinta, Ia mendamaikan, menggembirakan, mencerahkan, mengagumkan dan menakjubkan. Sudahkah kita bangun cinta secara benar dan ikhlas, setelah kita mendambakan diri ini termasuk orang-orang beriman?  Jika belum, mari kembangkan diri lebih baik lagi, bukan target dan pencapaian–pencapaian tahunan yang kita cari, tetapi kematangan diri dalam persiapan kembali ke surgawi. Dan jalan–jalan cinta sudah menunggu, dengan sabarnya mereka menanti, kapan kita jatuh cinta di jalan Allah dan RasulNya ini.

di sana, ada cita dan tujuan
yang membuatmu menatap jauh ke depan

di kala malam begitu pekat

dan mata sebaiknya dipejam saja

cintamu masih lincah melesat

jauh melampaui ruang dan masa

kelananya menjejakkan mimpi-mimpi
lalu disengaja malam terakhir
engkau terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lampu

melanjutkan mimpi indah yang belum selesai

dengan cita yang besar, tinggi, dan bening

dengan gairah untuk menerjemahkan cinta sebagai kerja

dengan nurani, tempatmu berkaca tiap kali

dan cinta yang selalu mendengarkan suara hati


teruslah melanglang di jalan cinta para pejuang

menebar kebajikan, menghentikan kebiadaban, menyeru pada iman

walau duri merantaskan kaki,

walau kerikil mencacah telapak

sampai engkau lelah, sampai engkau payah

sampai keringat dan darah tumpah
tetapi yakinlah, bidadarimu akan tetap tersenyum
di jalan cinta para pejuang
(Salim A. Fillah)


Search: www.dakwatuna.com

Kamis, 01 November 2012

Samudera Cinta



Ya Robbi…syukurku pada-Mu atas karunia yang telah Engkau berikan pada hamba yang lemah dan tiada berdaya ini. Mungkin syukurku ini tiada bandingannya dengan begitu banyak  nikmat yang Engau berikan hingga Engkau berfirman “Katakanlah (Muhammad), ‘Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)” (Al-Kahfi:109). Maka tak pantas bagiku menyesali diri apalagi berputus asa.

Tidaklah sia-sia semua skenario yang telah Engkau rancang dengan indahnya. Aku hanyalah manusia lemah yang tak kuasa mengatur hatiku sendiri, Engkau Yang Maha membolak-balikkan hati ini, Engkau yang mengengamnya, maka hamba memohon berilah kekuatan dan keteguhan padanya.

Jika rasa itu ujian bagiku, aku rela membersamainya, aku rela memberikan tempat yang seluas-luasnya di hatiku, biarlah ia terus tumbuh subur dan berbunga di taman-taman hatiku walau pada akhirnya ia akan gugur sebelum berkembang. Aku masih bisa memetik manfaat darinya untuk menjadi humus yang akan menumbuh suburkan tanaman baru nantinya, biarlah saat ini aku merasakan keringnya taman-taman hatiku, biarlah saat ini aku merasakan pahitnya kesabaran. Karena ku yakin di ujung jalan ini aku akan menemukan oase yang menghilangkan rasa dahaga yang teramat sangat, dan aku juga akan menemukan  manis dan lezatnya buah kesabaran. Ya Robbi aku bersyukur Engkau telah anugerahkan rasa itu hingga ku banyak belajar tentang arti kesabaran, arti ketulusan, arti keikhlasan, arti memahami, arti menghargai.

Rasa itu telah merubah segalanya, biarlah ia meluas seluas samudera cinta-Mu, ada badai, pasang surut, batu karang, terik mentari dan hujan di sana, tapi aku tau jauh di dasar sana ada taman yang begitu indah serta mutiara yang tersimpan rapi yang telah Engkau siapkan untuk orang yang mencintai karena-Mu.

Ya Robbi, rasa itu dari-Mu, sekarang hamba kembalikan semuanya kepada-Mu karena ia adalah milik-Mu. Berilah kekuatan pada hati hamba-Mu yang rapuh ini. Biarlah ia menjadi samudera cintaku agar aku banyak belajar darinya. Jika dia memang Engkau siapkan untukku, pasti Engkau akan mempertemukan pada saatnya nanti, namun jika dia bukan untukku, damaikanlah hatiku dengan segala ketentuan-Mu.



Wisma Mahabbah,
12 Oktober 2012