Cari Blog Ini

Jumat, 30 Oktober 2015

Inikah Cinta Karena Allah 2?





Bismillaahirrohmaanirrohiim...
Pagi itu selepas subuh, hawa dingin mengalir deras dari puncak-puncak pohon pinus yang berbaris rapi turun menyapu tenda-tenda perkemahan. Dingin menusuk hingga ke tulang, ketika mata sebaiknya dipejamkan saja, namun keinginan untuk menghirup udara segar mampu mengalahkan rasa kantuk yang luar biasa setelah semalam tidur begitu larut. perlahan-lahan aku melangkah menuju tenda tempat memasak, di sana dua orang ibu dapur yang sengaja kami ajak tampak sudah sibuk dengan masakannya. Akupun ikut membantu untuk menghilangkan rasa kantuk sambil menikmati segarnya udara pegunungan. Dan ternyata datang lagi seorang sahabatku yang bertujuan sama ”menghilangkan rasa kantuk dan menikmati segarnya udara pagi pegunungan”. Ketika semua beres kami menepi kesalah satu sudut bumi perkemahan agar lebih mengakrabkan diri. Maklum saja kalau di pondok kami hampir tidak punya kesempatan bercerita lebih lama karena kesibukan masing-masing. Sedari tadi aku punya feeling bahwa ia ingin bercerita banyak denganku. Benar, ia mulai bercerita dengan gayanya memulai dengan pertanyaan

sahabat            : gimana say? sudah ada kabar baik tahun ini?
aku                  : (tersenyum, dan pura-pura belum paham) kabar baik tentang apa say?

iapun tersenyum sambil mencubit bahuku
sahabat            : yah menikahlah! apa lagi kabar baik untuk orang-orang seperti kita saat ini
aku                  : insya Allah mohon do’anya…
sahabat            : masya Allah kapan say?
aku                  : nanti kalo sudah waktunya pasti ana undang dirimu :)
                          oya antum gimana kapan mau nikah?apakah masih menunggu?

raut mukanya mulai berubah, yah sepertinya pertanyaanku salah.
aku                  : afwan, ada yang salahkah pertanyaanku?
sahabat            : nggak say, hanya saja ana sedih kalo mengingatnya
aku                  : oyaa afwaaan jiddan membuatmu sedih :’(
sahabat            : entahlah, sebenarnya ana sudah mulai ingin melupakannya, meski berat. Tahun lalu ia sudah berpesan menyuruhku menikah duluan dan jangan menunggu ia lagi. Tapi bagi ana tidak semudah itu mengosongkan hati. Entahlah ana sendiri tidak tau, sulit melupakan, bukan karena witing tresno jalaran soko kulino. Bahkan kami sudah lama sekali tak bertemu sejak lulus SMA dulu, dan bukan pula karena LDRan, say hallopun tidak. Entahlah hanya dalam do’a saja. Setelah ia berpesan menyuruh ana menikah, ana mendengar kabar bahwa ia akan menikah, ana sudah mulai mengikhlaskan, meski harus menahan rasa sakit. Namun pernikahan itu tidak jadi, menurut cerita sahabatnya ia sendiri yang membatalkan ana tidak tahu jelas alasannya. Dan yang lebih menyakitkan ia bilang ke sahabatku bahwa ana yang menyakitinya, padahal ana yang menunggunya bertahun-tahun tanpa pesan, dan ia yang akan menikah lebih dulu lalu ia katakan menyakitinya, ana tidak faham apa maksudnya. Apakah mungkin karena ia menganggap selama ini ana menghilang tidak pernah menanyakan tentangnya, padahal seandainya ia tau ana selalu berdo’a untuknya, andaikan ia tau ana belum menikah sampai saat ini karena menunggunya. Ataukah ia sakit hati karena dulu orangtuaku pernah mengabaikannya, padahal orangtuaku sudah meminta maaf padanya dan sudah menerimanya. Ana tidak tau apakah semua itu kesalahan ana? apakah penantianku bertahun-tahun belum cukup meyakinkannya?

Mata itu berkaca-kaca, dan perlahan menetes, mengalir semakin deras, ah aku tak kuat lagi menatapnya. aku sendiri tidak bisa berkata apa-apa, lemas, bingung. Aku hanya mampu memeluknya dan mendoakannya dalam diam. Memanglah masalah hati itu rumit hanya Allah yang mengerti apa yang tersembunyi di dalamnya. Ku biarkan ia menangis agar lepas beban yang menghimpitnya.

Lalu ku beranikan diri sekali lagi bertanya padanya
aku                  : apakah ia belum menikah sampai saat ini?
sahabat            : belum, hari ini tepat setahun setelah ia berpesan menyuruhku menikah. Tapi entahlah ana belum bisa menerima yang lain meski ada yang mencoba mendekat. Ana takut menikah tapi masih memikirkan orang lain, ana takut menyakiti orang. Andaikan ia datang kembali dengan kesungguhan dan bukti nyata ana masih menerimanya, ana memaafkannya. Bila ia tak datang biarlah ku kubur dalam-dalam semua rasa yang pernah ada untuknya, meski mungkin butuh waktu yang lama, dan ana tidak tau sampai kapan.

Mata itu masih berkaca-kaca, ah entahlah. Sahabat sungguh aku tau perasaanmu, namun aku tak bisa berbuat banyak kecuali mendoakanmu dan berbagi senyum denganmu walaupun aku sendiri harus banyak belajar darimu.

Dua tahun lalu saya pernah bercerita tentang sahabatku ini, dan ketika itu kami juga dalam suasana camping. Bisa di baca di sini  http://www.aisyahfathiyah.blogspot.co.id/2013/12/inikah-cinta-karena-allah.html sekarang cerita itu bersambung lagi, entahlah aku sendiri tidak tau kenapa dia ingin bercerita denganku tidak dengan sahabat-sahabat yang lain.

Untuk yang membaca cerita ini janganlah menganggap remeh urusan hati, karena tidak sedikit yang mengalaminya. Mereka sebenarnya butuh do’a-do’a tulus dari para sahabatnya. Do’akan saja semoga ada jalan keluar dari setiap kesulitan yang dihadapi sahabat kita. Bila kalian tau mereka yang mengalami hal semacam itu sebenarnya tidak menginginkan hal itu terjadi padanya, ia hanya menjalani takdir Allah. Urusan hati bukanlah masalah picisan yang harusnya diabaikan saja, lihatlah di luar sana betapa banyak yang menikah namun masih memikirkan orang lain, padahal seharusnya menikah itu ialah penerimaan jiwa dan raga terhadap pasangannya.

Ada hikmah dibalik cerita ini, bahwa hati tidak bisa dibohongi, maka jujurlah pada diri sendiri. Jangan sampai karena ego dan gengsi membuatmu membunuh diri sendiri. Padahal sebenarnya kau saling mencintai. Dan tidak ada solusi yang lebih baik bagi dua orang yang saling mencintai kecuali menikah sebagaimana Rosul bersabda Dari Ibnu Abbas ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kami belum pernah melihat (obat yang mujarab bagi) dua orang yang saling mencintai selain pernikahan.” (H.R.Ibnu Majah).

Dari kisah sahabat saya itu mungkin salah satunya masih mementingkan ego daripada kejujuran hati padahal Allah sudah membuka jalan agar keduanya memilih jalah yang Allah ridhai. Yah, dalam urusan apapun bila ego tidak dikendalikan maka ia akan membunuh diri sendiri yang nantinya akan membuat menyesal. Maka kendalikanlah ego, jujurlah pada diri sendiri, bila memang kau mencintainya dan ia juga mencintaimu jangan kau lepas ia seolah-olah kau tak menginginkannya nanti kau menyesal. Ambilah, ajaklah ia menuju jalan yang Allah ridhai. semoga Allah memberkahimu, dan memberikan sakinah, mawaddah wa rohmah untukmu dan untuk kita semua. aamiin.

Barokallahu fii kum…


DAQU Camp | Gunung Pancar Sentul Bogor, 20-22 Oktober 2015