Bismillaahirrohmaanirrohiim…
Riak-riak
fajar membuyarkan kehenigan malamku saat berkhalwat kepada Robbku, ku dengar
suara ramai di luar, mereka adalah para santri yang sudah bangun dari tadi
menunaikan sahur dan bersiap-siap menyambut subuh, Ramadhan tahun ini ada yang
sedikit berbeda dari sebelumnya, aku benar-benar tinggal di lingkungan
pesantren bersatu padu dengan para santri dan ustazah yang lainnya. Awalnya
merasa terganggu dengan suara-suara bising mereka, namun akhirnya terbiasa juga.
Nikmati saja setiap fase ini. Sebelumnya kami para guru tinggal di wisma luar
pesantren namun setelah gedung-gedungnya jadi kami di pindahkan ke dalam. Seru
juga, benar-benar merasakan alam pesantren.
Hari pertama
Ramadhan seperti biasa, masih kulalui bersama sahabat-sahabatku, belum bersama
seseorang yang akan menggenapkan agamaku, walaupun cita-citaku ramadhan kali
ini sudah bersama seseorang, namun Allah belum berkehendak. Syukuri saja apa
yang ada, jangan berputus asa dari rahmat Allah, harapan masih ada selama
mentari masih bersinar.
Sebelum ramadhan lalu aku menuliskan target-target yang ingin ku capai di bulan ini, terkait dengan ibadah-ibadah mahdhoh dan kegiatan sosial lainnya. Alhamdulillah
targetan-targetan itu terealisasi dengan baik, semua
atas izin Allah SWT dan secara manusiawi tak terlepas dari persiapan pra
ramadhan yang pernah ku posting beberapa waktu lalu, dan ternyata persiapan
yang lebih matang dan sungguh-sungguh membuahkan hasil yang baik pula. Tak ada
masalah ketika melakukan ibadah-ibadah sunnah apalagi wajib. Bangunpun
Alhamdulillah tak ada rasa malas.
Hampir setiap malam tarawih kami di imami
oleh syeikh langsung dari arab, bacaannya Subhanallah, bikin hati terasa
lapang, setiap tarawih menghabiskan ½ juz Al Qur’an, di mulai dari juz 1 dengan 23 roka'at sehingga waktu tarawih kami sekitar 1,5 jam, lumayan riadho yang paling
menyehatkan dan bernilai pahala insya Allah.
Targetan-targetan hanyalah pelecut
semangat bagi kita dalam menjalaninya namun yang lebih penting dari itu adalah
bagaimana kita tetap istiqomah melakukannya walupun dalam kondisi kepayahan
yang luar biasa bahkan diharapkan bisa istiqomah di bulan-bulan berikutnya.
Hari ke
lima ramadhan aku bersama sahabatku: mb Nur menempuh perjalanan yang cukup jauh dan
penuh perjuangan dalam hujan dan badai. Dengan
mengendarai motor kami menghadiri kajian yang selalu popular buat para lajang,
apalagi kalau bukan kajian pra nikah, temanya juga sangat provokatif “Nikah
Yuk” bikin para lajang terpanggil. Dalam
kajian itu intinya menikah jangan menunggu mapan, apalagi menikah adalah untuk
menjaga diri dari maksiat, maka bersegeralah. Kelak Allah yang akan
mencukupkanmu. Namun bila belum dipertemukan maka sabar dan sholat adalah kunci
utama bagi orang-orang yang beriman.
Terakhir yang sedikit menguras perhatian
jamaah adalah pertanyaan dari salah seorang peserta “bagaimana kalau menikah
bedah haraqah? Sang ustad menjelaskan, boleh-boleh saja asalkan siap dengan
segala resikonya, artinya jika berbeda pandangan maka sedikit banyak pasti akan
berbeda dalam hal visi dan misi membangun keluarga, dan gesekan-gesekan
lainnya. Maka perlu manajemen yang pas dan rapi agar tercipta harmonisasi dalam
rumah tangga. Diakhir penjelasan ustad menyarankan “bila masih ada yang sejalan
kenapa harus berpindah ke lain hati? yang bikin para peserta tertawa, dan
menurutku juga begitu. Namun kata beliau itu adalah pilihan, semuanya adalah
kita yang memilih tentunya dengan campur tangan Allah SWT.
Hari ke 12
ramadhan liburpun tiba, kami libur sejak tanggal 22 juli - 20 agustus, lumayan
sebulan full waktu libur, yah sekolah kami memang berbeda dengan sekolah yang
lainnya. Kami tidak ada libur setelah ujian akhir semester kemarin, karenanya
sekalian libur lebaran, pertimbangannya karena para santri dan guru di sini
banyak berasal dari daerah yang jauh: dari sabang sampai merauke.
Agendaku
tidak langsung pulang, ku ingin mengisi hari-hari ramadhanku dengan penuh makna
lagi, meskipun hatiku sudah sangat rindu pada ibunda dan ayah, serta saudara dan keponakanku yang lucu. Terbayang wajah
ibu dan ayah yang penuh kasih, masih kurasakan pelukan hangatnya setahun lalu. Ini
adalah kali pertamaku tak pulang ke pangkuannya selama setahun. Seminggu yang
lalu mereka menelponku, menanyakan kepastian kapan kepulanganku, aku jelaskan
dengan hati-hati bahwa aku belum bisa pulang lebih cepat, karena ingin
menunaikan targetan ramdhanku yang ke 13: I’tikaf.
Dengan lemah ibu menjawab “ya…ngak papa bila itu baik untukmu nak”, meskipun aku sungguh tau dalam hatinya sangat mengharapkan kepulanganku. Aku terharu, akhirnya mencair juga bongkahan es di kutub mataku. Terimakasih ibu, ayah atas pengertianmu…bukan ku tak ingin segera berjumpa denganmu, aku hanya tidak ingin melewati ramadhan kali ini dengan biasa-biasa saja, aku ingin lebih bermakna lagi, bertemu lebih lama dengan Robbku, biar ku lepaskan semua gundah gulana yang seringkali singgah di langit hatiku. Tenanglah bunda, ayah, walaupun kita jarang bertemu jasad, tapi setiap saat jiwa dan hati kita bertemu dalam setiap untaian do’aku untukmu: ibunda, ayah…aku mencintaimu karena Allah…
Dengan lemah ibu menjawab “ya…ngak papa bila itu baik untukmu nak”, meskipun aku sungguh tau dalam hatinya sangat mengharapkan kepulanganku. Aku terharu, akhirnya mencair juga bongkahan es di kutub mataku. Terimakasih ibu, ayah atas pengertianmu…bukan ku tak ingin segera berjumpa denganmu, aku hanya tidak ingin melewati ramadhan kali ini dengan biasa-biasa saja, aku ingin lebih bermakna lagi, bertemu lebih lama dengan Robbku, biar ku lepaskan semua gundah gulana yang seringkali singgah di langit hatiku. Tenanglah bunda, ayah, walaupun kita jarang bertemu jasad, tapi setiap saat jiwa dan hati kita bertemu dalam setiap untaian do’aku untukmu: ibunda, ayah…aku mencintaimu karena Allah…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
syukron...telah berkunjung ke blog ana...
semoga bermanfaat ya ^_^