Membahas mengenai kata
CINTA memang tidak akan ada habisnya. Seperti yang dituliskan Anis Matta dalam
bukunya ‘Serial Cinta’, Seperti angin membadai. Kau tak melihatnya. Kau
merasakannya. Merasakan kerjanya saat ia memindahkan gunung pasir di tengah gurun.
Atau merangsang amuk gelombang di laut lepas. Atau meluluhlantakkan
bangunan-bangunan angkuh di pusat kota metropolitan. Begitulah cinta. Ia
ditakdirkan jadi kata tanpa benda. Tak terlihat. Hanya terasa. Tapi dahsyat.
Seperti banjir menderas. Kau tak kuasa mencegahnya. Kau hanya bisa ternganga
ketika ia meluapi sungai-sungai, menjamah seluruh permukaan bumi, menyeret
semua benda angkuh yang bertahan di hadapannya. Dalam sekejap ia menguasai bumi
dan merengkuhnya dalam kelembutannya. Setelah itu ia kembali tenang.
Demikianlah cinta. Ia ditakdirkan jadi makna paling santun yang menyimpan
kekuatan besar. Seperti api menyala-nyala. Kau tak kuat melawannya. Kau hanya
bisa menari di sekitarnya saat ia mengunggun. Atau berteduh saat matahari
membakar kulit bumi. Atau meraung saat lidahnya melahap rumah-rumah, kota-kota,
hutan-hutan. Dan seketika semua jadi abu. Semua jadi tiada. Seperti itulah
cinta.
Inilah
rangkaian peristiwa yang membuat cinta diidentikkan dengan perasaan (feeling).
Bahkan tayangan tentang cinta di Indonesia hampir ada di setiap bahasan media
cetak dan elektronik dari mulai iklan, sinetron sampai layar lebar. Pagi sampai
pagi lagi tayangan sinetron di televisi Indonesia hampir semuanya membicarakan
tentang cinta. Ceritanya tak akan ada habisnya. Hingga tak hayal ketika sikap
dan perilaku anak-anak dan remaja tidak jauh dari yang digambarkan dalam acara
televisi tersebut. Coba perhatikan pengalaman jatuh cinta kita masing-masing.
Ada kekuatan maha dahsyat yang ada di dalam diri, yang membuat badan, jiwa dan
pikiran ini demikian perkasanya. Seolah-olah disuruh memindahkan gunung pun
rasanya bisa. Disuruh mengecat langit pun mampu. Tak ada yang tak mungkin. Tak
ada yang mustahil. Itulah cinta.
Tengoklah
bukti cinta itu dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, dua orang yang gagah
berani dan memiliki tekad kuat untuk mendeklarasikan proklamasi, kalau saja
tanpa cinta, Bunga Karno dan Bung Hatta terhadap bangsa, negara dan agama,
mungkin Indonesia tidak akan seperti sekarang. Belum lagi Jenderal Soedirman
yang dengan badannya sakit-sakitan ketika memimpin pasukan dalam perlawanan
melawan Belanda, kalau tanpa diiringi modal cinta yang mengagumkan. Seorang Ibu
yang merelakan setiap jerih payahnya untuk membahagiakan cinta bersama suami
dan anaknya sekalipun hati seorang Ibu sedang sakit tetapi tetap tulus
menampakkan kecintaan itu kepada suami dan anak-anaknya. Itulah cinta yang maha
dahsyat yang merubah keadaan menjadi lebih indah dengan adanya kekuatan
spiritual.
Sebagai
umat muslim selayaknya sudah tahu seseorang yang menjadi dambaan Allah ta’ala
yaitu Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wassalam, yang dengan
kecintaan Allah kepada kekasihnya itu rela membimbingnya setiap saat untuk
menjunjung sebuah perubahan besar di dunia. Begitu pun Rasulullah Muhammad shalallahu
alaihi wassalam, dengan kecintaannya yang amat besar kepada umatnya hingga
akhir hayatnya pun mengatakan, “ummatii, ummatii, ummatti…” yang dibisikkan ke
telinga Ali.
Hadits
Rasulullah yang inspiratif dan mendalam tentang cinta. Dari Anas RA, dari Nabi
SAW beliau bersabda, “Ada tiga perkara barangsiapa tiga hal itu ada pada
dirinya, maka ia menjumpai manisnya iman, yaitu jika Allah dan RasulNya lebih
dicintainya ketimbang selain keduanya, dan jika cinta kepada seseorang, dimana
tidak mencintainya kecuali karena Allah dan jika benci kembali kepada kekafiran
sebagaimana benci apabila dilempar ke dalam api neraka.” (HR. al-Bukhary Juz
I Bab Halawatul Iman).
Beliau
sudah jauh-jauh hari memberikan makna cinta yang ada dalam diri manusia dengan
hanya ditujukan kepada Allah ta’ala. Sejatinya cinta bukan saja hanya
berkutat dengan permasalahan duniawi saja melainkan cinta yang sesungguhnya
bagaimana ia menghubungkan hati dengan sang Khaliq. Kalau saja seseorang rela
berbuat apapun dengan tidak mengindahkan segala macam rintangan dan bersikap
baik terhadap orang yang dicintainya, seharusnya cinta yang maha dahsyat itu
juga bisa diwujudkan ketika kecintaan kita kepada Allah dan Rasulullah. Ketika
kecintaan dan keimanan itu beriringan, maka jangan heran keindahan cinta akan
menjadikan hidup ini begitu mulia. Hidup yang dijalankan menjadi merendah
kepada Allah ta’ala dengan cara menjalankan semua perintah dan menjauhi
laranganNya. Selalu bangun, bersimpuh di 1/3 malam yang akhir. Semua itu
berakar karena cinta dan diliputi kerinduan yang sangat, sehingga berulang dan
mendalam. Apalagi jika sudah benar–benar jatuh cinta. Jika kematian pun
datang maka yang dirasa adalah bahagia dengan penuh kesyukuran dan kepasrahan
yang mendalam karena akan bertemu Sang Kekasih yang Maha Mengasihi; Allah ta’ala.
Perlu
perjuangan tersendiri untuk memahatkan kata cinta dalam hati kepada sang
Khaliq. Perjuangan itu harus dimulai dan diniatkan, bukan saja menjadi
angan-angan belaka yang menjadi derai pikiran kita setiap waktu. Marilah, mulai
sekarang sadarilah bahwa jatuh cinta bukan sekedar masalah perasaan saja,
temukan dan bangunlah jatuh cinta sebagai kekuatan spiritual. Jatuh cinta bisa
digunakan sebagai sarana bagi orang yang berjalan menekuni lorong–lorong
keimanannya untuk menemukan manisnya iman. Sehingga tidak ada satu kata pun
yang mewakili untuk menggambarkan rasa cinta yang telah kita bangun hanya
kepada Allah ta’ala. Dari Zaid bin Tsabit RA, dia mengatakan, Rasulullah
SAW bersabda, “Sesungguhnya orang yang menjadikan dunia sebagai niatnya, Allah
akan menjadikan kefakiran di depan matanya dan Allah akan cerai–beraikan
kebutuhannya. Dan dunia tidak akan datang kepadanya, kecuali yang telah
ditetapkan baginya. Dan barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai niatnya,
Allah akan menjadikan kekayaan di dalam hatinya, Allah akan mencukupi
kebutuhannya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk.” (HR. Ibnu
Majah)
Oleh
karenanya, mari kita bangun cinta. Seperti kecintaan kita kepada seseorang,
dimana semua unsur badan dan jiwa begitu dahsyatnya dalam menuangkan rasa cinta
itu tanpa memikirkan segala macam tantangan yang ada, demikian juga kita
tunjukkan dengan jatuh cinta kepada Allah dan Rasulullah Muhammad shalallahu
alaihi wassalam, yang berbuah keimanan seperti yang Allah ta’ala
janjikan. Berangkat dari sini kemudian Allah ta’ala mengangkat pribadi
kita setinggi-tingginya ke rangkaian realita yang nantinya disebut Luar Biasa.
Ya, itulah cinta, Ia mendamaikan, menggembirakan, mencerahkan, mengagumkan dan
menakjubkan. Sudahkah kita bangun cinta secara benar dan ikhlas, setelah kita
mendambakan diri ini termasuk orang-orang beriman? Jika belum, mari
kembangkan diri lebih baik lagi, bukan target dan pencapaian–pencapaian
tahunan yang kita cari, tetapi kematangan diri dalam persiapan kembali ke
surgawi. Dan jalan–jalan cinta sudah menunggu, dengan sabarnya mereka
menanti, kapan kita jatuh cinta di jalan Allah dan RasulNya ini.
di sana, ada cita dan tujuan
yang membuatmu menatap jauh ke depan
di kala malam begitu pekat
dan mata sebaiknya dipejam saja
cintamu masih lincah melesat
jauh melampaui ruang dan masa
kelananya menjejakkan mimpi-mimpi
yang membuatmu menatap jauh ke depan
di kala malam begitu pekat
dan mata sebaiknya dipejam saja
cintamu masih lincah melesat
jauh melampaui ruang dan masa
kelananya menjejakkan mimpi-mimpi
lalu disengaja malam terakhir
engkau terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lampu
melanjutkan mimpi indah yang belum selesai
dengan cita yang besar, tinggi, dan bening
dengan gairah untuk menerjemahkan cinta sebagai kerja
dengan nurani, tempatmu berkaca tiap kali
dan cinta yang selalu mendengarkan suara hati
teruslah melanglang di jalan cinta para pejuang
menebar kebajikan, menghentikan kebiadaban, menyeru pada iman
walau duri merantaskan kaki,
walau kerikil mencacah telapak
sampai engkau lelah, sampai engkau payah
sampai keringat dan darah tumpah
engkau terjaga, sadar, dan memilih menyalakan lampu
melanjutkan mimpi indah yang belum selesai
dengan cita yang besar, tinggi, dan bening
dengan gairah untuk menerjemahkan cinta sebagai kerja
dengan nurani, tempatmu berkaca tiap kali
dan cinta yang selalu mendengarkan suara hati
teruslah melanglang di jalan cinta para pejuang
menebar kebajikan, menghentikan kebiadaban, menyeru pada iman
walau duri merantaskan kaki,
walau kerikil mencacah telapak
sampai engkau lelah, sampai engkau payah
sampai keringat dan darah tumpah
tetapi yakinlah, bidadarimu akan tetap tersenyum
di jalan cinta para pejuang
di jalan cinta para pejuang
(Salim A. Fillah)
Search: www.dakwatuna.com