dakwatuna.com - Ketika kesulitan terasa datang
bertubi dan kemudahan yang dinanti tak jua datang menghampiri. Segala
daya dan upaya maksimal dirasa telah ditumpah-ruahkan. Di tengah
pergulatan masalah yang merasuki pikir, tanpa disadari air mata sering
kali jatuh membasahi pipi, membasuh hati. Dalam kondisi ini, kita mulai
kepayahan menstabilkan semangat agar tetap melingkupi hati. Mungkin
sebagian besar di antara kita akan berkata “La tahzan, innalloh ma’iy…”
sebagai kalimat pembesar hati. Kita berkali-kali bermonolog ria agar
yakin (akan datangnya kemudahan) terus bersemayam dalam jiwa. Tak jarang
surat Al-Insyirah melantun syahdu di langit hati, “Inna ma’al ‘usri
yusro” sebagai penghibur jiwa. Sesungguhnya, bersama kesulitan ada
kemudahan. Atau yang lebih simple dan sederhana dari kalimat itu semua,
kau mungkin akan seringkali berkata “Bisa!” sebagai kata memotivasi.
Tapi,
mengapa semakin kita terus menegaskan pada jiwa agar yakin akan
pertolonganNya, seolah terlihat semakin menampakkan betapa tipisnya rasa
yakin yang kita punya. Jujurlah, ketika lisanmu mengatakan yakin,
apakah kabut tipis keraguan masih mengusik di selasar hati? Jika jawabmu
adalah “Ya”, maka itu namanya kau belum benar-benar yakin, haqqul
yakin. Hingga wajar saja jika masih hadirlah resah, mewujudlah gelisah
atas masalah yang datang menyapa dan kebutuhan penegasan keyakinan
menjadi hal yang tak terelakan lagi.
Namun, bukan berarti
penegasan yang kau upayakan pada jiwa agar yakin akan kemudahan dari-Nya
bernilai salah. Tidak sama sekali. Fase ini pasti akan ditempuh oleh siapa saja yang pernah dirundung masalah. Oleh siapa saja yang
menaruh harap pada-Nya.
Rasulullah yang mulia pun senantiasa
berharap dan mempertegas yakinnya. Banyak kisah Rasul yang dapat
dijadikan teladan dalam hal ini, salah satunya adalah kisah tentang
proses sebelum perang Khandaq membara. Dengan berbagai pertimbangan yang
matang melalui proses musyawarah, maka bertahan di Madinah dan
penggalian parit di sekeliling Madinah adalah siasat perang yang hendak
mereka mainkan. Salman Al-Farisi adalah dalang dibalik ide penggalian
parit ini.
Mungkin kita berfikir ini tidaklah sulit, hanya
menggali parit. Apalagi daerah Madinah seringkali dikatakan sebagai
lahan berpasir yang tentunya menurut logika akan mudah untuk digali.
Jangan keliru saudaraku, lahan atau tanah mereka bukanlah pasir layaknya
pasir di permukaan pantai yang terdapat di negara kita. Tanah mereka
juga mengandung bongkahan batu besar dan sukar dihancurkan. Tambahan
lagi, kala itu sedang terjadi krisis pangan dan musim dingin.
Seluruh
muslimin bersatu padu bergerak bersama untuk menyelesaikan parit ini,
hingga sampailah mereka pada sebongkah batu besar yang sangat sulit
dihancurkan. Para sahabat melaporkan perihal ini kepada Rasul. Lalu
Rasul mengambil kampak dan mendekati batu besar itu. Dengan menyebut
nama Allah, Rasul pun memukul dan memecahkan batu besar itu. Setelah
itu, beliau berkata “Allah Mahabesar, sungguh aku telah diberikan
kunci-kunci gerbang negeri Syam, Demi Allah aku melihat istana merahnya
sekarang”. Kemudian untuk kali kedua, Rasul kembali memukul dan
memecahkan batu besar itu lagi dan berkata “Allah Mahabesar, sungguh aku
telah diberikan Parsi, demi Allah, sungguh aku melihat istana putih
al-Madain sekarang”. Kemudian Rasul menyebut nama Allah lalu memecahkan
batu besar lainnya dan berkata “Allah Mahabesar, sungguh aku telah
diberikan kunci-kunci Yaman, demi Allah, aku melihat gerbang Shan’a dari
tempatku ini”.
Subhanallah. Menurut penulis, kisah ini adalah
cerminan cantik dari serangkaian kalimat penyemangat pembesar jiwa, agar
pengharapan dan keyakinan akan kejayaan Islam terus tertanam dan
tertancap dalam di sanubari segenap kaum muslimin ketika itu. Tentunya
kalimat penyemangat ini bukanlah sekadar obral janji, karena apa yang
Rasul katakan mendapat tuntunan langsung dari-Nya. Dan semua yang Rasul
katakan ini terbukti.
Tentunya pengharapan Rasul bukan karena ia
tak yakin dan pertegasan keyakinannya bukan karena ia tak percaya. Kisah
ini membuktikan bahwa Rasul juga manusia yang tentunya memiliki segenap
“rasa manusia” yang mendapat petunjuk langsung dariNya.
Ya… Sikap
optimisme dengan kalimat penggugah semangat, pembesar jiwa, akan
memunculkan rasa harap yang kemudian menuntun kita untuk mempertegas
rasa yakin. Agar keyakinan ini benar-benar tertancap dalam di sanubari…
Agar kemudian Allah berkenan menolong…
Yakinlah, Allah akan menolong kita, bahkan meskipun kita masih dalam kondisi berupaya memperkuat dan mempertegas rasa yakin…
Apapun keadaan kita tetaplah yakin Allah akan menolong kita, do'a+ikhtiar+optimis = pertolongan Allah
keep spirit... ^_^