Bismillaahirrohmaanirrohiim...
Pagi itu selepas subuh, hawa dingin mengalir deras dari
puncak-puncak pohon pinus yang berbaris rapi turun menyapu tenda-tenda
perkemahan. Dingin menusuk hingga ke tulang, ketika mata sebaiknya dipejamkan
saja, namun keinginan untuk menghirup udara segar mampu mengalahkan rasa kantuk
yang luar biasa setelah semalam tidur begitu larut. perlahan-lahan aku
melangkah menuju tenda tempat memasak, di sana dua orang ibu dapur yang sengaja
kami ajak tampak sudah sibuk dengan masakannya. Akupun ikut membantu untuk
menghilangkan rasa kantuk sambil menikmati segarnya udara pegunungan. Dan
ternyata datang lagi seorang sahabatku yang bertujuan sama ”menghilangkan rasa
kantuk dan menikmati segarnya udara pagi pegunungan”. Ketika semua beres kami
menepi kesalah satu sudut bumi perkemahan agar lebih mengakrabkan diri. Maklum
saja kalau di pondok kami hampir tidak punya kesempatan bercerita lebih lama karena
kesibukan masing-masing. Sedari tadi aku punya feeling bahwa ia ingin bercerita
banyak denganku. Benar, ia mulai bercerita dengan gayanya memulai dengan
pertanyaan
sahabat :
gimana say? sudah ada kabar baik tahun ini?
aku :
(tersenyum, dan pura-pura belum paham) kabar baik tentang apa say?
iapun tersenyum sambil mencubit bahuku
sahabat :
yah menikahlah! apa lagi kabar baik untuk orang-orang seperti kita saat ini
aku : insya
Allah mohon do’anya…
sahabat :
masya Allah kapan say?
aku :
nanti kalo sudah waktunya pasti ana undang dirimu :)
oya antum gimana kapan mau nikah?apakah masih
menunggu?
raut mukanya mulai berubah, yah sepertinya pertanyaanku
salah.
aku :
afwan, ada yang salahkah pertanyaanku?
sahabat :
nggak say, hanya saja ana sedih kalo mengingatnya
aku :
oyaa afwaaan jiddan membuatmu sedih :’(
sahabat :
entahlah, sebenarnya ana sudah mulai ingin melupakannya, meski berat. Tahun
lalu ia sudah berpesan menyuruhku menikah duluan dan jangan menunggu ia lagi. Tapi
bagi ana tidak semudah itu mengosongkan hati. Entahlah ana sendiri tidak tau,
sulit melupakan, bukan karena witing tresno jalaran soko kulino. Bahkan kami
sudah lama sekali tak bertemu sejak lulus SMA dulu, dan bukan pula karena
LDRan, say hallopun tidak. Entahlah hanya dalam do’a saja. Setelah ia berpesan
menyuruh ana menikah, ana mendengar kabar bahwa ia akan menikah, ana sudah
mulai mengikhlaskan, meski harus menahan rasa sakit. Namun pernikahan itu tidak
jadi, menurut cerita sahabatnya ia sendiri yang membatalkan ana tidak tahu
jelas alasannya. Dan yang lebih menyakitkan ia bilang ke sahabatku bahwa ana
yang menyakitinya, padahal ana yang menunggunya bertahun-tahun tanpa pesan, dan
ia yang akan menikah lebih dulu lalu ia katakan menyakitinya, ana tidak faham
apa maksudnya. Apakah mungkin karena ia menganggap selama ini ana menghilang
tidak pernah menanyakan tentangnya, padahal seandainya ia tau ana selalu
berdo’a untuknya, andaikan ia tau ana belum menikah sampai saat ini karena
menunggunya. Ataukah ia sakit hati karena dulu orangtuaku pernah
mengabaikannya, padahal orangtuaku sudah meminta maaf padanya dan sudah
menerimanya. Ana tidak tau apakah semua itu kesalahan ana? apakah penantianku
bertahun-tahun belum cukup meyakinkannya?
Mata itu berkaca-kaca, dan perlahan menetes, mengalir
semakin deras, ah aku tak kuat lagi menatapnya. aku sendiri tidak bisa berkata
apa-apa, lemas, bingung. Aku hanya mampu memeluknya dan mendoakannya dalam
diam. Memanglah masalah hati itu rumit hanya Allah yang mengerti apa yang tersembunyi
di dalamnya. Ku biarkan ia menangis agar lepas beban yang menghimpitnya.
Lalu ku beranikan diri sekali lagi bertanya padanya
aku :
apakah ia belum menikah sampai saat ini?
sahabat :
belum, hari ini tepat setahun setelah ia berpesan menyuruhku menikah. Tapi
entahlah ana belum bisa menerima yang lain meski ada yang mencoba mendekat. Ana
takut menikah tapi masih memikirkan orang lain, ana takut menyakiti orang.
Andaikan ia datang kembali dengan kesungguhan dan bukti nyata ana masih
menerimanya, ana memaafkannya. Bila ia tak datang biarlah ku kubur dalam-dalam
semua rasa yang pernah ada untuknya, meski mungkin butuh waktu yang lama, dan ana tidak tau sampai kapan.
Mata itu masih berkaca-kaca, ah entahlah. Sahabat sungguh
aku tau perasaanmu, namun aku tak bisa berbuat banyak kecuali mendoakanmu dan
berbagi senyum denganmu walaupun aku sendiri harus banyak belajar darimu.
Dua tahun lalu saya pernah bercerita tentang
sahabatku ini, dan ketika itu kami juga dalam suasana camping. Bisa di baca di
sini http://www.aisyahfathiyah.blogspot.co.id/2013/12/inikah-cinta-karena-allah.html sekarang cerita itu bersambung lagi, entahlah aku sendiri tidak tau
kenapa dia ingin bercerita denganku tidak dengan sahabat-sahabat yang lain.
Untuk yang membaca cerita ini janganlah menganggap remeh
urusan hati, karena tidak sedikit yang mengalaminya. Mereka sebenarnya butuh
do’a-do’a tulus dari para sahabatnya. Do’akan saja semoga ada jalan keluar dari
setiap kesulitan yang dihadapi sahabat kita. Bila kalian tau mereka yang
mengalami hal semacam itu sebenarnya tidak menginginkan hal itu terjadi padanya,
ia hanya menjalani takdir Allah. Urusan hati bukanlah masalah picisan yang harusnya diabaikan saja, lihatlah di luar sana betapa banyak yang menikah namun masih memikirkan orang lain, padahal seharusnya menikah itu ialah penerimaan jiwa dan raga terhadap pasangannya.
Ada hikmah dibalik cerita ini, bahwa hati tidak bisa
dibohongi, maka jujurlah pada diri sendiri. Jangan sampai karena ego dan
gengsi membuatmu membunuh diri sendiri. Padahal sebenarnya kau saling
mencintai. Dan tidak ada solusi yang lebih baik bagi dua orang yang saling
mencintai kecuali menikah sebagaimana Rosul bersabda Dari Ibnu Abbas ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Kami belum pernah melihat (obat yang
mujarab bagi) dua orang yang saling mencintai selain pernikahan.” (H.R.Ibnu
Majah).
Dari kisah sahabat saya itu mungkin salah
satunya masih mementingkan ego daripada kejujuran hati padahal Allah sudah
membuka jalan agar keduanya memilih jalah yang Allah ridhai. Yah, dalam urusan
apapun bila ego tidak dikendalikan maka ia akan membunuh diri sendiri yang
nantinya akan membuat menyesal. Maka kendalikanlah ego, jujurlah pada diri
sendiri, bila memang kau mencintainya dan ia juga mencintaimu jangan kau lepas
ia seolah-olah kau tak menginginkannya nanti kau menyesal. Ambilah, ajaklah ia
menuju jalan yang Allah ridhai. semoga Allah memberkahimu, dan memberikan
sakinah, mawaddah wa rohmah untukmu dan untuk kita semua. aamiin.
Barokallahu fii kum…
DAQU Camp | Gunung Pancar Sentul Bogor, 20-22 Oktober 2015
DAQU Camp | Gunung Pancar Sentul Bogor, 20-22 Oktober 2015